Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Sample text

Sample Text

Rabu, 01 Oktober 2014

undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Rangkuman undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Rangkuman :
  1. Pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi UU.
     
  2. Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan tersebut dalam UU ini disebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
     
  3. OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparanai, dan kewajaran (fairness).
     
  4. UU ini memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya.
     
  5. Hal-hal Yang diatur dalam UU ini antara lain meliputi:
    1. Pembentukan, Status, dan Kedudukan OJK
      OJK dibentuk berdasarkan UU ini dan merupakan lembaga yang independen dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. OJK berkedudukan di ibu kota NKRI dan dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah NKRI.
       
    2. Tujuan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang
      • OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.
      • OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
      • OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, pasar modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
      • Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan, OJK mempunyai wewenang:
        • pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi perizinan pendirian bank dan kegiatan usaha bank.
        • pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank
        • pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank.
        • pemeriksaan bank.
      • Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan OJK.
    3. OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner, yang beranggotakan 9 orang. Dewan Komisioner bersifat kolektif dan kolegial. Dua diantaranya merupakan ex-officio dari Bank Indonesia danex-officio dari Kementerian Keuangan. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan.
       
    4. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, Dewan Komisioner membentuk organisasi dan organ pendukung seperti sekretariat, Dewan Audit, Komite Etik, dan organ lainnya sesuai dengan kebutuhan.
       
    5. Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat, serta melakukan pelayanan terhadap pengaduan masyarakat.
       
    6. Anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan
       
    7. OJK wajib menyusun laporan keuangan dan laporan kegiatan.
      • Laporan kegiatan tahunan disampaikan kepada Presiden dan DPR.
      • Laporan keuangan tahunan diaudit oleh BPK atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh BPK.
    8. Hubungan Kelembagaan
      • Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan.
      • Dalam hal OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia.
      • OJK menginformasikan kepada LPS mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK.
      • Dalam UU ini diatur bahwa:
        • Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK.
        • LPS  dapat melakukanpemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK.
    9. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) dengan anggota terdiri atas:
      • Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator;
      • Gubernur Bank Indonesia selaku anggota;
      • Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota; dan
      • Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota.
    10. FKSSK menetapkan dan melaksanakan kebijakan yang diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis pada sistem keuangan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
       
    11. Keputusan FSSK yang terkait dengan penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik mengikat LPS.
       
    12. Kebijakan FKSSK yang terkait dengan keuangan negara wajib diajukan untuk mendapat persetujuan DPR.
       
    13. Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
       
    14. UU ini juga mengatur mengenai ketentuan pidana terkait dengan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU ini.
       
    15. Dalam UU ini diatur transisi mengenai pengalihan:
      • fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektorPasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan LembagaJasa Keuangan Lainnya dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK, yaitu 31 Desember 2012; dan
      • fungsi, tugas, dan wewenang pengaturandan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan dari Bank Indonesia ke OJK, yaitu 31 Desember 2013.
      • Baca selengkapnya UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
----------

Thursday, May 8, 2014

Landasan Hukum Kartu Kredit Syariah

Ketentuan kartu kredit ini merujuk kepada beberapa dalil di antaranya sebagai berikut; Firman Allah Swt., antara lain: “Hai orang yang beriman! Penuhilah aqad-aqad itu…” QS. al-Maidah [5]: 1. Selain itu QS. al-Isra’ [17]: 34, QS. Yusuf [12]: 72, QS. al-Maidah [5]: 2, al-Furqan [25]: 67, QS. Al-Isra’ [17]: 26-27, QS. al-Qashash [28]: 26, QS. al-Baqarah [2]: 275, QS. al-Nisa’[4]: 29, QS. al- Baqarah [2]: 282, QS. al-Baqarah [2]: 280.
Demikian pula merujuk kepada hadis Nabi Muhammad saw. antara lain: “Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR Tirmidzi), “Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain.” HR Ibnu Majah dan al-Daraquthni, “Telah dihadapkan kepada Rasulullah saw. jenazah seorang laki-laki untuk dishalatkan. Rasulullah bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Sahabat menjawab, ‘Tidak’. Maka, beliau menshalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Mereka menjawab, ‘Ya’. Rasulullah berkata, ‘Shalatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri tidak mau menshalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah’. Maka Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut.” HR Bukhari, “Za’im (penjamin) adalah gharim (orang yang menanggung utang)”. HR Abu Daud, Tirmidzi dan Ibn Hibban, “Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya; maka Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.” HR Abu Dawud, “Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.” HR Abd ar-Razzaq, “Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” HR Muslim, “…menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezhaliman…”. HR Jemaah, “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu, menghalalkan harga diri dan memberikan sanksi kepadanya.” HR Nasa’i, Abu Daud, Ibn Majah, dan Ahmad, dan “Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam pembayaran utangnya.” HR Bukhari.
Kaidah Fikih yang menjadi dasar fatwa antara lain: a. “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” b. “Kesulitan dapat menarik kemudahan.” c. “Keperluan dapat menduduki posisi darurat.” d. “Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (selama tidak bertentangan dengan syariat).” e. “Menghindarkan kerusakan (kerugian) harus didahulukan (diprioritaskan) atas mendatangkan kemaslahatan.”
Selain itu, keputusan fatwa tersebut diambil setelah mempelajari pendapat fuqaha’ dan fatwa di dunia internasional antara lain Imam al-Dimyathi dalam kitab I’anah al-Thalibin, jilid III, hlm. 77–78, Khatib Syarbaini dalam kitab Mughni al-Muhtaj, jilid III, hlm. 202, As-Syirazi dalam kitab al-Muhadzdzab, juz I, Kitab al-Ijarah, hlm. 394, Sayyid Sabiq dalam kitab Fikih al-Sunnah, jilid 4, hlm. 221–222, Mushthafa ‘Abdullah al-Hamsyari sebagaimana dikutip oleh Syaikh ‘Athiyah Shaqr, dalam kitab Ahsan al-Kalam fi al-Fatawa wa al-Ahkam, jilid 5, hlm. 542-543: “Letter of Credit (L/C).
Adapun fatwa lain yang menjadi rujukan adalah Keputusan Hai’ah al-Muhasabah wa al-Muraja’ah li-al-Mu’assasah al-Maliyah al-Islamiyah, Bahrain, al-Ma’ayir al-Syar’iyah Mei 2004: al-Mi’yar al-Syar’i, nomor 2 tentang Bithaqah al-Hasm wa Bithaqah al-I’timan.
Demikian pula Fatwa-fatwa DSN-MUI terkait yaitu a. No. 9/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, b. No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah, c. No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran, d. No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Qardh; e. No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ta’widh.
Sebagai perbandingan dapat pula dilihat fatwa terkait kartu kredit yang dikeluarkan oleh Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Fatwa No. 3675, 5832, dan Pertanyaan ke-1 dari Fatwa Nomor 7425.

Definisi Kartu Kredit
Kartu Kredit; Bithaqah al-I’timan adalah kartu yang diterbitkan oleh bank atau perusahaan pengelola kartu kredit yang memberikan hak kepada orang yang memenuhi persyaratan tertentu yang namanya tertera dalam kartu untuk menggunakannya sebagai alat pembayaran secara kredit atas perolehan barang atau jasa, atau untuk menarik uang tunai dalam batas kredit sebagaimana telah ditentukan oleh bank atau perusahaan pengelola kartu kredit; dalam melaksanakan pembayaran kembali kredit tersebut, pemegang kartu tidak diwajibkan untuk melakukan pembayaran sekaligus, tetapi diberikan kelonggaran untuk membayar secara angsuran dengan tingkat bunga tertentu dan nilai angsuran sebesar persentase tertentu dari saldo kredit yang telah, digunakan (credit card).
Kartu Kredit Syariah (Syariah Card)
Kartu kredit (Inggris; credit card, Arab; bithaqah i’timan) yang dalam Islamic finance dikenalkan istilah Islamic card atau shariah card di dunia yang menuju less cash society pada hakikatnya merupakan salah satu instrumen dalam sistem pembayaran sebagai sarana mempermudah proses transaksi yang tidak tergantung kepada pembayaran kontan dengan membawa uang tunai yang berisiko.
Dalam beberapa literatur fikih kontemporer, status hukumnya sebagai objek atau media jasa kafalah (jaminan) yang disertai talangan pembayaran (qardh) serta jasa ijarah untuk kemudahan transaksi. Perusahaan perbankan dalam hal ini yang mengeluarkan kartu kredit (bukti kafalah) sebagai penjamin (kafil) bagi pengguna kartu kredit tersebut dalam berbagai transaksi. Oleh karena itu, berlaku di sini hukum kafalah, qardh dan ijarah.
Sementara dalam ketentuan Umum fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI) No. 54/DSN-MUI/X/2006, tentang Syariah Card (Bithaqah I’timan/Credit Card) yang dimaksud dengan Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam fatwa.
Para ulama membolehkan sistem dan praktik kafalah dalam muamalah berdasarkan dalil Alquran, Sunnah dan Ijma’. Allah berfirman: “…dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf: 72).
Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata “za’im” dalam ayat tersebut adalah “kafil”. Nabi Muhammad saw.: “az-Za’im Gharim” artinya; orang yang menjamin berarti berutang (sebab jaminan tersebut). (HR Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Hibban).
Ulama sepakat (ijma’) tentang bolehnya praktik kafalah karena lazim dibutuhkan dalam muamalah. (Lihat, Subulus Salam, III/62, Al-Mabsuth, XIX/160, Al-Mughni, IV/534, Mughnil Muhtaj, II/98).
Kafalah pada dasarnya adalah akad tabarru’ (sukarela/voluntary) yang bernilai ibadah bagi penjamin karena termasuk kerja sama dalam kebajikan (ta’awun ‘alal birri), dan penjamin berhak meminta gantinya kembali kepada terutang, sepantasnyalah ia tidak meminta upah atas jasanya tersebut. agar aman/jauh dari syubhat.
Tetapi, kalau terutang sendiri yang memberinya sebagai hadiah atau hibah untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya, sah-sah saja. Namun demikian, jika penjamin sendiri yang mensyaratkan imbalan jasa (semacam uang iuran administrasi kartu kredit dan sebagainya) tersebut dan tidak mau menjamin dengan sukarela, maka dibolehkan bagi pengguna jasa jaminan memenuhi tuntutan tersebut bila diperlukan seperti kebutuhan yang lazim dalam perjalanan studi, transaksi bisnis, kegiatan sosial, urusan pribadi dan sebagainya.
Secara prinsip kartu kredit tersebut dibolehkan syariah selama dalam praktiknya tidak bertransaksi dengan sistem riba yaitu memberlakukan ketentuan bunga bila pelunasan utang kepada penjamin lewat jatuh tempo pembayaran atau menunggak.
Di samping itu ketentuan uang jasa kafalah tadi tidak boleh terlalu mahal sehingga memberatkan pihak terutang atau terlalu besar melebihi batas rasional, agar terjaga tujuan asal dari kafalah, yaitu jasa pertolongan berupa jaminan utang kepada merchant, penjual barang atau jasa yang menerima pembayaran dengan kartu kredit tertentu. (Lihat, DR Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu, vol. V/130-161).
Dengan demikian, dibolehkan bagi umat Islam untuk menggunakan jasa kartu kredit (credit card) yang tidak memakai sistem bunga. Namun, bila terpaksa atau tuntutan kebutuhan mengharuskannya menggunakan kartu kredit biasa yang memakai ketentuan bunga, demi kemudahan transaksi dibolehkan memakai semua kartu kredit dengan keyakinan penuh menurut kondisi finansial dan ekonominya mampu membayar utang dan komitmen untuk melunasinya tepat waktu sebelum jatuh tempo agar tidak membayar utang.
Hal ini berdasarkan prinsip fikih ‘Saddudz Dzari’ah’, artinya sikap dan tindakan preventif untuk mencegah dari perbuatan dosa. Sebab, hukum pemakan dan pemberi uang riba adalah sama-sama haram berdasarkan riwayat Ibnu Mas’ud bahwa: “Rasulullah saw. melaknat pemakan harta riba, pembayar riba, saksi transaksi ribawi dan penulisnya.” (HR Bukhari, Abu Dawud).

Persamaan antara Kartu Kredit Syariah dan Konvensional
Persamaan antara kartu kredit syariah dan konvensional adalah
(1) Iuran tahunan;
(2) Pagu limit berdasarkan jenis kartu, yaitu kartu hijau, kartu emas, dan kartu platinum;
(3) Menggunakan jasa layanan penyedia kartu global (MasterCard);
(4) Dapat digunakan untuk kegiatan dasar, yaitu pembayaran secara kredit di merchant penyedia kartu global tersebut dan pembayaran tagihan bulanan, seperti listrik, air, dan telepon.
Beda antara Kartu Kredit Syariah dan Konvensional
Perbedaan antara kartu kredit syariah dan kartu kredit konvensional adalah: Kartu kredit konvensional mengutamakan adanya bunga (misalnya sebesar 2-4% per bulan) sebagai bentuk pengambilan keuntungan terhadap pelunasan tagihan yang dicicil. Nilai ini berbentuk bunga berbunga, sehingga dalam 1 tahun saja bunganya saja bisa mendekati nilai transaksi awal.
Kartu Kredit Syariah, mengklaim adanya skema unik berdasarkan sistem syariah, yaitu akad ijarah, kafalah, dan qardh. Akad ijarah adalah biaya keanggotaan (iuran tahunan), kafalah adalah penjaminan transaksi, sedangkan qardh adalah pemberian pinjaman untuk pengambilan tunai. Secara umum skemanya seharusnya tidak jauh beda dari kartu kredit konvensional, tapi untuk mendukung 3 jenis skema akad tersebut, Kartu Kredit Syariah menggunakan sejumlah aturan pendukung karena tidak menggunakan bunga.
Ada 3 hal yang diharapkan dapat meredam kemungkinan terjebak pada bunga/riba: (a) Goodwill investment. Pengguna wajib menyetor goodwill investment (misalnya sebesar 10% dari limit). Ini bertujuan supaya penggunaan kartu kredit tidak semena-mena; (b) Pembukaan rekening. Pengguna wajib membuka rekening di bank syariah (misalnya sebesar minimum 500 ribu rupiah). (c) Pengenaan Denda.
Ada 2 jenis denda yang akan dikenakan bila pengguna Kartu Kredit Syariah terlambat melunasi utangnya. Misalnya, Denda pertama adalah ta’widh, sebagai biaya penagihan bank, sebesar 17 ribu per bulan. Denda kedua adalah sebesar 3% dari tagihan. Tapi ingat, jumlah itu bukan bunga karena merupakan qardhul hasan yang akan disumbangkan ke BAZIS dan bukan hak bank.
Keuntungan Bank dari Kartu Kredit Syariah
Bank syariah hanya mendapat keuntungan dari jasa penjamin transaksi dan tidak mendapatkan keuntungan dari bunga.

Empat Pengaruh Buruk Kartu Kredit

Revolusi plastik, ini yang sedang terjadi di dunia. Masyarakat sekarang menggemari transaksi dengan menggunakan kartu kredit dibandingkan uang secara fisik.
Gejala the cashless society --sebuah dunia tanpa uang tunai-- sedang mengglobal. Di seluruh Afrika, saat ini para pedagang menerima uang dengan menggunakan ponsel. Pembeli mentransfer sejumlah uang tertentu ke nomor rekening pedagang.

Namun, alternatif pembayaran yang paling digemari dunia saat ini adalah kartu kredit. Di Amerika Serikat, pada 1970, hanya ada 20 persen orang dewasa yang menggunakan kartu kredit. Saat ini, hampir 80 persen orang dewasa AS mempunyai kartu kredit.

Logika kartu kredit cukup sederhana. Dengan kartu kredit, seseorang menarik keuntungan masa depan untuk hari ini. Berbeda dengan tabungan, seseorang menyimpan pendapatan hari ini untuk masa depan.

Kartu kredit dapat menjadi masalah ketika konsumen menghabiskan proyeksi keuntungan lebih banyak daripada pendapatan mereka. Orang-orang berpenghasilan rendah, konsumen yang emosional, dan buruk dalam perhitungan, bisa terjebak dalam masalah kartu kredit.

Berikut tiga masalah umum yang sering ditemui pengguna kartu kredit seperti dilansir Businessinsider, Jumat 14 Juni 2013:

1. Kartu kredit membuat Anda tidak bertanggung jawab
Ciri khas kartu kredit adalah bank penerbit memberikan keleluasaan kepada konsumen untuk membeli barang. Cukup keluarkan kartu sakti Anda, gesek, selesai. Ini sangat mudah untuk membeli apa pun yang diinginkan. Terlalu mudah, sehingga lupa telah melewati limit kemampuan finansial.

Penelitian menunjukkan, orang yang memiliki kartu kredit lebih mudah membelanjakan barang di toko, ataupun restoran. Apalagi ditambah dengan promosi-promosi tertentu dan fasilitas cicilan.

2. Kartu kredit membuat Anda pelupa


Profesor Dilip Soman dari University of Colorado, menyatakan kartu kredit menciptakan ilusi likuiditas yang membuat konsumen bingung terkait kemampuan untuk menghabiskan uang. Para konsumen cenderung lebih memilih membeli item tambahan yang tidak diperlukan ketika sadar akan membayar dengan kartu kredit.

3. Kartu kredit membuat Anda gemuk


Hampir mirip dengan nomor dua, riset menunjukkan berbelanja dengan uang tunai membuat Anda lebih mawas diri. Sementara itu, kartu kredit melemahkan kontrol. Namun, konsumen cenderung membeli produk makanan yang tidak sehat, ketika mereka membayar dengan kartu kredit daripada ketika mereka membayar tunai. Kartu kredit melemahkan pertimbangan konsumen dengan cara yang lebih halus.

4. Kartu kredit berikan ilusi kehidupan


Saat ini, bank penerbit gencar untuk mengizinkan keluarga berpenghasilan rendah untuk mendapatkan kartu kredit di atas pendapatan mereka, sehingga memungkinkan mereka untuk hidup lebih nyaman. Tetapi, itu semua hanya ilusi. Di balik semua itu, masyarakat berpenghasilan rendah dituntut untuk membayar bunga mahal.

Lima Modus Penipuan Bank dan Cara Menghindarinya

Kemajuan teknologi berdampak positif pada mudah dan cepatnya transaksi perbankan. Saat ini Anda dapat melakukan transaksi perbankan di mana saja dan kapan saja, melalui internet (e-banking), telepon selular (m-banking), telepon (phone banking), atau pun pesan singkat (sms-banking).

Akan tetapi, selain memberikan kemudahan, beragam transaksi ini juga dapat disalahgunakan. Maka diperlukan kehati-hatian para nasabah. Untuk itu pastikan mengetahui beberapa modus operasi kejahatan perbankan.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) tingkat kejahatan perbankan mengalami kenaikan. Pada Mei tercatat 1.009 kasus fraud yang dilaporkan dengan nilai kerugian mencapai Rp2,37 miliar.  Jenis fraud paling banyak adalah pencurian identitas dan Card Not Present, masing-masing sebanyak 402 kasus dan 458 kasus. Nilai kerugian masing-masing Rp1,14 miliar dan Rp545 juta yang dialami 18 penerbit.

Berikut ini adalah sejumlah tips yang anda perlukan untuk menghindari dari tindak kejahatan perbankan:

1.  Penipuan lewat teleponDilakukan oleh pelaku kejahatan dengan menelepon Anda dan mengabarkan Anda mendapat hadiah, keluarga mengalami musibah atau menyatakan minat atas barang yang Anda iklankan. Berdasarkan hal tersebut si penelepon akan ”memandu” Anda untuk menuju ATM dan menuntun Anda mengikuti instruksi penelpon.

Cara menghindarinya:
Cek dulu identitas penelepon. Segera tutup telepon dan lakukan pengecekan atas informasi yang Anda terima. Pada umumnya perusahaan penyelenggara undian tidak meminta pemenang untuk mentransfer sejumlah dana kepada perusahaan penyelenggara.

Modus lain jika Anda menerima telepon yang mengabarkan bahwa keluarga Anda mengalami musibah, jangan panik dan jangan mengikuti perintah penelepon. Tanyakan indentitas penelepon dan lakukan pengecekan.

2. Penipuan lewat emailAda kalanya Anda menerima email yang seolah-olah berasal dari bank dan kelihatannya asli. Dalam modus ini pelaku kejahatan meminta Anda memasukkan nomor rekening, dan nomor PIN.

Cara lainnya adalah membuat website alamat bank Anda yang seolah-olah asli tetapi sebenarnya palsu. Anda akan diminta untuk memasukkan nomor rekening dan nomor PIN Anda dalam website ini dengan ”alasan” untuk pengkinian data pribadi Anda.

Cara menghindarinya:
Jangan pernah membalas email yang meminta Anda memasukkan nomor rekening (atau user-id) dan nomor PIN. Tidak mungkin bank Anda meminta data pribadi melalui email karena bank sudah memiliki informasi tersebut. Jika Anda masuk ke website bank Anda untuk melakukan transaksi, pastikan alamat website Anda sudah benar dan Anda memiliki prosedur keamanan tambahan seperti token, di samping user-id dan password.  

3. Penipuan melalui penawaran investasi dengan imbalan bunga tinggiDalam modus ini suatu perusahaan menawarkan investasi dengan janji akan memberikan imbal hasil yang sangat tinggi. Berhati-hatilah dengan penawaran seperti ini karena terdapat sejumlah penawaran yang terbukti tidak dapat memenuhi imbal hasil sebagaimana dijanjikan.

Cara menghindarinya:
Tanyakan pada diri Anda apakah wajar imbalan bunga yang sangat tinggi atas investasi Anda. Lakukan pengecekan terlebih dulu atas kredibilitas perusahaan yang menawarkan investasi. Yakinkan Anda terlindungi dari sisi hukum sebelum memutuskan untuk melakukan suatu investasi.

4. Penipuan dengan menggunakan kartu kredit di internetSekarang ini semakin banyak toko atau merchant yang menawarkan produk dan jasa melalui telepon ataupun internet, dengan kemudahan pembayaran menggunakan kartu kredit. Anda hanya diminta untuk menyebutkan nomor kartu kredit, masa berlaku (expiry date), dan 3 (tiga) digit kode rahasia yang tertera di bagian belakang kartu kredit Anda, lalu transaksi pun terlaksana.

Cara menghindarinya:
Pastikan Anda mengerti tentang produk dan jasa yang ditawarkan dari toko atau merchant tersebut, serta memahami tentang syarat & ketentuan dari barang atau jasa yang ditawarkan. Jangan berikan nomor kartu kredit, masa berlaku dan 3 (tiga) digit kode rahasia yang terletak di bagian belakang kartu kredit Anda, kepada siapapun sebelum Anda menyetujui manfaat produk dan jasa yang ditawarkan.

5. Pemalsuan nomor call centerDalam modus ini pelaku kejahatan membuat seolah-olah mesin ATM bank Anda rusak dan kartu Anda tertelan. Karena panik, Anda tanpa sadar akan menghubungi nomor call center ”palsu” yang ada di sekitar mesin ATM. Kemudian Anda akan diminta penerima telepon untuk menyebutkan nomor PIN dan dijanjikan bahwa kartu ATM pengganti akan segera dikirimkan. Dengan berbekal PIN dan kartu Anda, pelaku kejahatan akan mengambil uang Anda.

Cara menghindarinya:
Catat nomor telepon 24 jam dari bank di mana Anda menjadi nasabah. Jika Anda menghubungi nomor tersebut, pada umumnya Anda akan dijawab oleh mesin penjawab otomatis dan diminta untuk memasukkan pilihan jasa tertentu.
Anda dapat memilih menu yang langsung terhubung dengan bagian pelayanan nasabah. Jangan pernah memberikan nomor PIN karena bank tidak akan pernah meminta nomor PIN nasabahnya. (ren)

http://us.m.news.viva.co.id/news/read/355515-5-modus-penipuan-bank-dan-cara-menghindarinya

Sunday, December 1, 2013

Dorong masyarakat melek keuangan, OJK libatkan 2.600 lembaga

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melibatkan sekitar 2.600 lembaga keuangan bank dan non-bank untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan produk dan layanan keuangan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Darmansyah Hadad telah resmi meluncurkan cetak biru strategi nasional literasi keuangan Indonesia. Program ini bertujuan agar masyarakat Indonesia melek atau paham akan industri jasa keuangan yang aman. Serta mendorong lembaga jasa keuangan untuk mengembangkan produk dan jasa keuangan yang dibutuhkan masyarakat.

"Terdapat 2.600 lembaga keuangan tentunya ada 2.600 program strategi keuangan yang menjangkau lapisan masyarakat," ujarnya saat memberikan sambutan dalam peluncuran program tersebut, di Jakarta Convention Center, Selasa (19/11).

Menurutnya, saat ini, masyarakat Indonesia memiliki pengetahuan yang rendah soal industri keuangan. Penilaian tersebut didasarkan kepada hasil survei nasional literasi keuangan yang dilakukan OJK pada semester satu tahun ini di 20 provinsi. Survei melibatkan 8 ribu responden yang dipilih berdasarkan metode stratified random sampling.

"Ada enam sektor produk jasa keuangan terdiri dari sektor perbankan, asuransi, lembaga pembiayaan, dana pensiun dan pasar modal. Kenyataannya, masyarakat masih minim pengetahuan di lima sektor industri keuangan," jelas dia.

Dia menjelaskan, hasil survei menunjukkan, responden yang memahami jasa perbankan hanya 22 persen. Padahal, sebanyak 57 persen responden telah menggunakan jasa perbankan.

Kemudian, responden yang memahami asuransi hanya 18 persen. Sayangnya, responden yang memanfaatkan produk asuransi hanya 12 persen.

Sementara, responden yang paham mengenai pegadaian sebesar 15 persen. Pengguna jasa gadai hanya lima persen.

Terkait lembaga pembiayaan, hanya 10 persen responden yang paham. Dan, hanya enam persen yang memanfaatkannya

Pemahaman responden soal dana pensiun lebih rendah lagi, hanya tujuh persen. Sementara, yang memanfaatkan produk dana pensiun hanya 2 persen. "Terdapat 81 orang dari setiap 100 responden tidak mengenal dana pensiun."

Terparah, responden yang paham pasar modal hanya 4 persen. Sementara, responden yang terjun ke pasar modal kurang dari satu persen.

http://www.merdeka.com/uang/dorong-masyarakat-melek-keuangan-ojk-libatkan-2600-lembaga.html

Sunday, November 17, 2013

Mengelola Stabilitas, Mendorong Transformasi untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Berkesinambungan (Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November 2013)

Kamis, 14 November 2013, Agus D.W. Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia, menyampaikan sambutan pada Sambutan Akhir Tahun Gubernur Bank Indonesia dan Pertemuan Tahunan Perbankan. Pertemuan yang digelar menjelang penghujung tahun 2013 ini dihadiri oleh kalangan pimpinan DPR, para menteri bidang ekonomi, seluruh pimpinan perbankan, kalangan dunia usaha, pimpinan lembaga pemerintah non kementerian dan sejumlah lembaga internasional menjadi forum yang strategis dalam perekonomian nasional.

Dalam sambutannya, Agus D.W. Martowardojo mengatakan bahwa ada tiga isu besar ekonomi global yang memberikan ketidakpastian dan tekanan kepada ekonomi Indonesia pada tahun 2013 ini. Pertama, adalah ketidakpastian mengenai kecepatan pemulihan global. Kedua, adalah ketidakpastian yang meluas seiring ketidaktegasan kebijakan di AS, dan ketiga, adalah berkaitan dengan ketidakpastian perkembangan harga komoditas. Tiga isu utama ekonomi global tersebut tidak dapat dihindari menurunkan kinerja ekonomi Indonesia. Di tengah kuatnya pertumbuhan ekonomi domestik, ketidakpastian ekonomi global mengakibatkan neraca transaksi berjalan mengalami tekanan. Menghadapi kondisi tersebut, kebijakan diarahkan untuk memastikan inflasi tetap terkendali, nilai tukar rupiah terjaga pada kondisi fundamentalnya, serta defisit neraca transaksi berjalan dapat ditekan menuju tingkat yang sehat.

Sebagai respon atas tantangan yang dihadapi, Agus D.W. Martowardojo menegaskan bahwa arah kebijakan Bank Indonesia ke depan, termasuk di periode transisi politik tahun 2014, akan konsisten menjaga stabilitas perekonomian dan sistem keuangan. Stabilitas tetap perlu dikedepankan agar struktur ekonomi menjadi lebih seimbang dan sehat, sehingga menjadi fondasi kuat bagi transformasi ekonomi ke depan. Secara keseluruhan arah kebijakan Bank Indonesia diimplementasikan melalui bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran.

Dari sisi kebijakan moneter, BI Rate akan tetap secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi agar sesuai targetnya. Kebijakan nilai tukar ditempuh guna mengarahkan agar bergerak sesuai dengan nilai fundamentalnya sehingga dapat berperan menjadi instrumen peredam gejolak. Operasi moneter akan melanjutkan strategi menyerap ekses likuiditas struktural secara terarah dan terukur. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat pengembangan pasar uang rupiah maupun valas dan melanjutkan program pendalaman pasar keuangan. Disamping itu, juga akan terus meningkatkan ketahanan eksternal melalui kerjasama keuangan dengan bank sentral dan otoritas keuangan di kawasan.

Dalam upaya memperkuat ketahanan sektor eksternal, BI juga akan menempuh kebijakan makroprudensial melalui supervisory action yang diarahkan untuk memperkuat komposisi kredit kepada sektor-sektor produktif yang berorientasi ekspor dan menyediakan barang substitusi impor serta mendukung upaya peningkatan kapasitas perekonomian. Dalam kaitannya sebagai otoritas makroprudensial, kebijakan BI akan diarahkan pada pengelolaan risiko sistemik, termasuk risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan penguatan struktur permodalan. Dalam pengelolaan risiko likuiditas, akan disempurnakan GWM syariah dan penerapan bertahap instrumen Liquidity Coverage Ratio (LCR) mulai 1 Januari 2015. Dalam ruang lingkup penguatan stabilitas sistem keuangan, BI memandang penting upaya penguatan koordinasi makro-mikro antara Bank Indonesia dengan OJK.

Dari sisi kebijakan sistem pembayaran, Bank Indonesia akan mengembangkan industri sistem pembayaran domestik yang lebih efisien melalui penyempurnaan arsitektur sistem pembayaran dan perluasan akses layanan pembayaran. Dalam implementasinya, kebijakan sistem pembayaran akan berlandaskan tiga strategi utama, yaitu penguatan struktur industri domestik, standarisasi teknis dan mekanisme untuk meningkatkan efisiensi, dan perluasan akses layanan pembayaran. Strategi pertama dilakukan melalui pengembangan Gerbang Pembayaran Nasional. Strategi kedua akan ditempuh dengan membangun aspek standarisasi dalam industri sistem pembayaran nasional. Strategi ketiga dilakukan sebagai bagian integral dari kebijakan keuangan inklusif yang didukung program edukasi dan perlindungan konsumen.

Disamping kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran, Bank Indonesia juga akan memperkuat kebijakan terkait keuangan inklusif dan UMKM. Mempertimbangkan tantangan ekonomi tersebut serta arah kebijakan yang akan ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah, maka perekonomian tahun 2014 diperkirakan masih dalam tahap konsolidasi. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan membaik dalam kisaran 5,8-6,2%. Dari sisi harga, inflasi diprakirakan pada kisaran target 4,5±1%. Pertumbuhan kredit pada kisaran 15-17%, dengan ditopang pertumbuhan dana pihak ketiga pada kisaran yang sama.

Dalam perspektif jangka menengah 2015-2018, ekonomi global diperkirakan dapat tumbuh rata-rata sekitar 3,9%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 6,5% di 2018, bila berbagai kebijakan transformasi perekonomian berjalan sesuai harapan. Namun, pertumbuhan ekonomi berpotensi tersendat di sekitar 6% bila proses transformasi tidak berjalan sesuai harapan.

Guna mencapai sejumlah sasaran penting tersebut, Bank Indonesia telah mencanangkan visi hingga 2024 yakni menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional. Guna mencapai visi tersebut, Bank Indonesia ingin memastikan bahwa semua potensi sumber daya yang dimiliki berfungsi secara lebih efektif melalui nilai-nilai strategis kami yang baru yaitu (1) menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas, (2) mengedepankan profesionalisme, (3) mengupayakan kesempurnaan kinerja, (4) memprioritaskan kepentingan publik, serta (5) memperkuat koordinasi dan kerjasama tim.

Tuesday, April 2, 2013

Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 1 Juli 2009

Ringkasan :
  1. Latar belakang diterbitkannya PBI ini adalah untuk memberikan landasan hukum yang lebih jelas mengenai persyaratan dan tata cara pendirian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) termasuk pengaturan kepemilikan dan permodalan, kepengurusan, perluasan jaringan, serta kegiatan usaha BPRS. Keberadaan BPRS dimaksudkan untuk dapat memberikan layanan perbankan secara cepat, mudah, dan sederhana kepada masyarakat khususnya pengusaha menengah, kecil, dan mikro baik di perdesaan maupun perkotaan yang selama ini belum terjangkau oleh layanan bank umum.
  2. PBI ini dikeluarkan sebagai penyesuaian atas 2 PBI berikut sekaligus mencabut PBI dimaksud pada tanggal berlakunya PBI ini, yaitu:
    1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, dan
    2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/25/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
  3. BPRS hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha setelah memperoleh izin Bank Indonesia, berupa:
    1. persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian BPRS; dan
    2. izin usaha, yaitu izin untuk melakukan kegiatan usaha BPRS setelah persiapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a selesai dilakukan.
  4. Bentuk badan hukum BPRS adalah Perseroan Terbatas dengan modal disetor BPRS paling kurang sebesar:
    1. Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah DKI Jakarta dan Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi;
    2. Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah ibukota propinsi di luar wilayah tersebut pada huruf a di atas;
    3. Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk BPRS yang didirikan di luar wilayah tersebut pada huruf a dan huruf b di atas. Mengingat kondisi dan perkembangan perekonomian daerah yang berbeda-beda, maka Bank Indonesia dapat meminta calon pemilik BPRS untuk menyediakan modal disetor di atas jumlah minimum yang dipersyaratkan
  5. BPRS dilarang didirikan dan/atau dimiliki oleh pihak bukan warga negara atau bukan badan hukum Indonesia.
  6. BPRS yang telah mendapat izin usaha dari Bank Indonesia wajib mencantumkan secara jelas frase “Bank Pembiayaan Rakyat Syariah” atau “BPR Syariah” atau “BPRS” pada penulisan namanya dan logo iB pada kantor BPRS yang bersangkutan.
  7. BPRS wajib memiliki Pemegang Saham Pengendali (PSP). Dalam hal BPRS tidak memiliki PSP, maka salah satu pemegang saham akan ditunjuk sebagai PSP oleh Bank Indonesia. PSP berfungsi sebagai koordinator pemegang saham untuk mengefektifkan komunikasi antara pemilik bank dengan stakeholder.
  8. Perubahan kepemilikan BPRS yang mengakibatkan perubahan dan/atau terjadinya PSP baru, tunduk kepada tatacara perubahan pemilik BPRS yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), dan pengambilalihan (akuisisi)
  9. Jumlah anggota Dewan Komisaris BPRS paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 3 (tiga) orang. Jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah BPRS paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 3 (tiga) orang. Sedangkan jumlah anggota Direksi paling sedikit 2 (dua) orang.
  10. Anggota Direksi berpendidikan formal paling kurang setingkat Diploma III atau Sarjana Muda dan wajib memiliki sertifikasi kelulusan dari lembaga sertifikasi paling lambat 2 (dua) tahun setelah tanggal pengangkatan efektif.
  11. Rencana pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan/atau anggota DPS wajib disampaikan kepada Bank Indonesia.
  12. Pembukaan Kantor Cabang BPRS harus berlokasi dalam 1 (satu) wilayah propinsi yang sama dengan kantor pusatnya dan telah tercantum dalam rencana kerja tahunan BPRS serta didukung dengan teknologi sistem informasi yang memadai.
  13. BPRS yang akan membuka Kantor Cabang harus menambah modal disetor paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari ketentuan modal minimal sesuai dengan lokasi pembukaan Kantor Cabang
  14. Pemindahan alamat kantor pusat dan Kantor Cabang hanya dapat dilakukan dalam wilayah Kabupaten/Kota yang sama dan harus mempertimbangkan kepentingan nasabah, serta mendapat izin dari Bank Indonesia.
  15. Pembukaan, Pemindahan, dan Penutupan Kegiatan Kas di luar Kantor wajib dilaporkan oleh Direksi BPRS kepada Bank Indonesia secara semesteran untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember.
  16. Penutupan sementara kantor BPRS di luar hari libur resmi wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. 

0 komentar:

Posting Komentar