Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Sample text

Sample Text

Rabu, 01 Oktober 2014

paham bisnis?????

Memahami Cikal Bakal Suatu Bisnis

Cikal bakal bisnis dimulai dari pemilihan suatu produk—suatu produk yang sudah ditetapkan untuk diusahakan. Setitik benih yang dinamakan produk dapat dipungut dimana saja (ide sendiri), atau dibeli di pasar terbuka (franchise) atau dipinjam dari lab (royalty) atau ‘dicuri’ dari orang lain (flagiat, sah secara bisnis sebelum dipatenkan, tapi dosa besar secara akademik).
Jadi, dalam permulaan bisnis, sesungguhnya produk adalah sesuatu yang masih konsep, hasil sebuah konsepsi—lihat kembali ‘memahami produk’.
Selanjutnya, bagaimana kita memulai menumbuhkannya (operation) menjadi suatu pohon usaha yang bisa dijaga kelangsungannya (finance) sehingga menghasilkan buah yang memiliki nilai ekonomi (marketing). Ini ibarat pohon usaha (firm), suatu cikal bakal usaha (benih) yang ditumbuhkembangkan, kemudian paralel  menjalar ke bawah (akar) dimana unjung-ujung akar menarik air dan unsur hara di dalam tanah,  dan tumbuh menjulang ke atas (tajuk) dimana ujung-ujung tajuk menghasilkan daun, bunga dan buah.
Ujung tajuk dan ujung akar fungsinya berbeda: ujung tajuk mengeluarkan zat (output: jika zat ini tidak bisa dibuang akan menjadi racun) dan ujung akar menarik zat (input: jika tidak bisa menariknya maka pohon akan mati).
Ketika satu zat dilepaska keluar pohon, maka saat yang bersamaan satu zat ditarik ke dalam pohon. Jadi proses dua kutub ini sesungguhnya yang menggerakkan aliran air (darahnya) di dalam sebuah pohon (usaha). Artinya, setiap produk yang dihasilkan sebagai revenue (marketing) maka akan menciptakan nilai ekonomi/profit bagi usaha (finance). Air yang berisi kandungan gizi, hara, mineral (bahkan bakteri dan virus) yang ditarik oleh air akan menjadi bagian terpenting dari proses pertumbuhan dan perkembangan pohon (usaha).
Dengan berubahnya benih, menjadi batang, dahan dan ranting, maka kebutuhan air dan unsur hara semakin banyak dalam rangka menghasilkan daun, bunga dan buah yang lebih banyak.     
  Gambar-1. Konsepsi Pertumbuhan dan Perkembangan Bisnis
 
Kalau begitu, bagaimana kita memulai menumbuhkan produk yang sudah dikonsepkan itu? Yang pertama kali kita pikirkan adalah apa yang dibutuhkan konsep produk itu untuk tumbuh dan berkembang. Konsep produk harus dikondisikan sedemikian rupa sehingga produk bisa tumbuh sesuai yang diharapkan. Kondisi yang dimaksud di satu sisi haruslah memperhatikan fungsi tujuan dan di sisi lain memperhitungkan factor kendala. Dalam persamaan (1), fungsi tujuan adalah profit (IL) dan factor kendala meliputi revenue (R) dan cost (C).
Semua kebutuhan tersebut kita sebut input atau factor kendala. Input ini terdapat di tiga fungsi: operation, marketing dan finance. Setiap perkalian input-input yang digunakan di masing-masing fungsi dengan harganya masing-masing kita sebut sebagai biaya input dan jika dijumlahkan semuanya menjadi cost perusahaan (C).
Pengalian harga di sini (usaha) sangat-sangat penting untuk diperhatikan. Mengapa begitu penting: Sebab, IL tercipta jika R>C, jika C dalam rupiah menjadi sangat besar, maka C tidak bisa diimbangi R, akibatnya IL negative (Rugi). Tingginya C ini sebenarnya tidak apa asal R cukup tinggi—ini soal efisiensi. Karena itu, R dan C adalah factor kendala dalam mencapai profit.
Perusahaan berbeda dengan rumahtangga. Tujuan rumahtangga adalah utilitas atau kepuasaan. Faktor kendala dalam rumahtangga adalah anggaran yang tersedia yang bisa bersumber dari upah, profit, interest dan rent. Jika hanya upah, maka harus dimaksimalkan penggunaannya. Penggunaan anggaran yang tersedia itu tergantung preferensi kita, seberapa besar tingkat kepuasaan dikatakan sudah terpenuhi. Jika kita ukur kepuasaan sebagai ingin makan ayam (white meat) anggaran yang kita punya sudah termaksimalkan. Jika kita cukup dengan tahu dan tempe, anggaran kita masih berlebih (saving). Tapi jika kepuasaan kita baru terpenuhi dengan daging sapi (red meat), maka anggaran yang ada tidak cukup. Jika tidak cukup, ingin segera, mungkin utang ke tukang sayur, tapi jika ingin bersabar, maka tunda dulu sampai upah naik atau ada tambahan dari profit, interest atau rent. Jadi persamaan usaha dan rumahtangga adalah fungsi tujuan dan kendalanya, tapi tujuan dan kendala dapat dibedakan. Usaha: IL=R-C; Rumahtangga U-I.
Fungsi cost sendiri dalam usaha adalah:
Total Cost (Q) = Fixed Cost (Q) + Variable Cost (Q)
Dalam fungsi total cost (TC) dibedakan antara fixed cost (FC) dengan Variable cost (VC). FC adalah biaya tetap dari input tetap, yang inputnya tetap dengan berubahnya output. Input tetap ini umumnya bersifat jangka panjang, seperti lahan, bangunan, peralatan (mesin, dsb), perlengkapan (mobil, AC, dsb) dan lainnya (jika bersifat jangka sangat panjang yang disebut sunk cost). Kebutuhan input yang bersifat jangka panjang ini harus dilihat sebagai investasi dan kebutuhan dana yang bersifat investasi. Namun seringkali, di awal usaha input tetap yang bersifat investasi ini butuh dana besar.
 Gambar-2. Total Cost dan Average Cost
 
VC adalah biaya variable dari input tidak tetap. Input yang sangat cair, tergantung kita butuh berapa maka kebutuhan biayanya bersifat linier (atau parabol). Input tidak tetap ini seperti bahan baku, bahan penolong, bahan penunjang, energi (listrik, air, bbm), tenaga kerja, pengetahuan, informasi dan manajement. Masalah yang muncul dalam hal ini yang perlu mendapat perhatian adalah soal ketersediaan, kontinuitas (bahkan dalam jangka panjang), kualitas, variasi, life cycle, substitusi/komplemennya. Hal berikutnya adalah perihal transportasi dan alat transpor, gudang dan inventori, order dan delivery, cara pembayaran, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, mahal murahnya harga-harga input tersebut sangat mempengaruhi besarnya VC.  
Input Operasi Marketing Finance
Tetap      
1. Lahan v v v
2. Bangunan (pabrik, kantor)      
3. Peralatan (mesin) v    
4. Kendaraan v v  
5. Komputer v v v
6. AC v v v
Dst      
Variabel      
1. Tenaga kerja (manajer, pegawi) v v v
2. Bahan baku v    
3. Bahan penolong (listrik, bbm) v    
4. ATK v v v
5. Informasi v v v
Dsb      
Kalau kebutuhan input-input di atas itu tidak dapat ditolak (harus ada) dan anggaran tidak memadai. Bahkan seandainya pun memadai harus tetap mempertimbangkan faktor substitusi. Karena itu dalam input tetap (investasi) jika tidak sangggup dana sendiri, tidak ada sinyal kredit, maka input yang tadinya mau dibeli cukup di sewa atau beli yang seken. Jika pun itu tidak bisa, dapat dilakukan dengan merancang sendiri dengan bahan-bahan yang tersedia. Demikian juga dengan input tidak tetap harus mempertimbangkan substitusinya, seperti menggunakan kertas bagian belakang untuk urusan internal, dan tintanya dibuat lebih tipis, menggunakan pegawai part-time jika tidak bisa full-time atau bahkan pegawai spare-time (asal sempat saja), menyalakan AC jika ada tamu, membuat desain layout ruangan menjadi hemat (ruang, energi dan informasi), menggunakan arus listrik seperlunya.
Mengapa begitu hemat bahkan terkesan kurang glamour? Ingat bahwa ini adalah usaha, bukan rumahtangga. Tujuan usaha adalah profit, yang segera dan secepat mungkin tercipta. Kesuksesan usaha seringkali karena terbiasa membina hal-hal sekalipun itu masalah kecil. Prinsip usaha baru ada income jika sudah ada marketing tidak selalu benar. Income bisa diciptakan sambil proses menuju marketing berjalan. Misalnya jika ada bahan-bahan yang tidak terpakai (sisa) dalam proses jika tidak didaur ulang dapat dijual. Biaya keseluruhan bahan adalah biaya variabel, termasuk sisa. Jangan kita anggap ini dulu sebagai penghematan biaya, tapi harus dipandang penjualan sisa sebagai income. Jika kita jual daging ayam, jeroannya dapat dibuang. Biaya ayam termasuk jeroan. Jika dibuang hasil penjualan daging (revenue) harus bisa menutupi OC jeroan yang dibuang. Jika jeroan ini dapat dijual, maka hasil penjualan ini harusnya masuk komponen income (bukan revenue). Prinsipnya jangan mencampur adukkan cots, revenue dan income. Masing-masing punya pos dan faktur sendiri. Semua itu menjadi urusan akuntansi pada bidang/fungsi finance.
Inilah prinsip-prinsip dasar di dalam memulai bisnis, cikal bakal bisnis dan masih prematur. Jika salah penanganan, sebaik apapun rancangan usaha, usaha bisa layu sebelum berkembang, usaha bisa tidak kondusif untuk tumbuh, bahkan setelah mati prematur bisa meninggalkan utang dan masalah-masalah lain.
Seperti halnya orang yang baru kawin, pasangan baru tinggal di rumah mertua untuk sementara. Mereka cenderung menganggap itu penghematan, padahal tidak. Mereka lupa menyimpan uang sebanyak uang sewa (seandainya mereka menyewa rumah) untuk membangun rumah baru, dan mereka lebih cenderung mengkonsumsi ’uang sewa’ yang tidak diberikan ke mertua itu. Karena itu, rumahtangga cenderung dinilai dengan apa yang dimiliki/digunakan (konsumtif). Tidak apa, memang demikian rumahtangga, kinerja rumahtangga diukur dengan rasa dan perasaan (kepuasan: kenayaman, ketenangan dan kedamaian dunia akhirat). Usaha tidak demikian. Usaha adalah alat produksi yang harus selalu produktif. Ukurannya adalah profit. Perilaku usaha boleh dibawa ke dalam rumahtangga, tapi perilaku rumahtangga tidak boleh terbawa ke dalam usaha. Biarkanlah rumahtangga dan usaha bertemu hanya di pasar (price equilibrium).
Pemahaman OC dalam usaha awal sangat penting, apalagi jika usaha itu sudah tumbuh besar dan berkembang pesat. Oleh karena itu: usaha sangat serius dengan hitung-hitungan (OC). Demikian juga dalam cikal bakal usaha yang terkait dengan input tetap dan input variabel, karena berkenaan dengan biaya tetap dan biaya variabel, selanjutnya berkenaan dengan investasi dan profit jangka panjang (kelangsungan usaha).  
***
Sebagaimana produk menjadi cikal bakal bisnis, maka langkah pertama yang dipikirkan adalah bagaimana memetakan semua fungsi di dalam usaha tunggal (a Firm). Pemetaan ini dapat diperhatikan dari dua pendekatan. Pertama adalah pendekatan bangun usaha, dimana usaha (firm) mengusahakan produk untuk mencapai profit melalui mekanisme (interaksi) fungsi-fungsi: operasi, marketing dan finance. Organ-organ atau fungsi-fungsi tersebut yang membentuk badan usaha (firm) dan dan fungsi-fungsi itu juga yang bekerja untuk menciptakan profit bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan adalah suatu konsep dan yang secara nyata menjalankan usaha adalah fungsi-fungsi tersebut. Jadi, usaha (firm)  adalah identitas (kata bendaanya), sedangkan fungsi-fungsi adalah deskripsi tentang bagaimana ia bekerja (kata kerjanya). Inilah yang pokok. Seperti pepatah: apalah arti sebuah nama.
 Gambar-3. Struktur Bangun Bisnis
Kedua, pendekatan pengelolaan usaha, dimana semua fungsi diurutkan agar mudah melihat tahapan-tahapan yang dapat dilakukan baik pada tahap perencanaan, implementasi maupun evaluasinya. Dalam konteks perusahaan menciptakan profit, produk sebagai konsep—apa yang menjadi alasan untuk diusahakan: market pull atau technology push. Jika alasannya karena pasar, maka bagaimana membuatnya (operasi) dan jika alasannya karena teknologi, maka bagaimana memasarkannya (marketing).
 Gambar-4. Sistem Fungsi Bisnis
 
Soal urutan antara operasi dengan marketing atau marketing dengan operasi sangat penting di dalam menyusun rencana usaha. Jika kita bertitik tolak dari operasi, maka kita dapat menurunkan (differensial) bagaimana cara memasarkan dan apa yang harus diketahui oleh pasar. Selanjutnya, menentukan target pasar (dan volume pasar); bagaimana mengkomunikasikan/menyampaikan karakteristik produk; dan channel apa yang digunakan dalam pemasaran. Sebaliknya, jika bertititik tolak dari pemasaran, maka dapat menaikkan (integrasikan) bagaimana cara membuat/dibuat dan memenuhi apa yang diinginkan oleh pasar. Selanjutnya, memilih proses apa yang dipilih dengan teknologi apa dan dengan kapasitas berapa.
Setelah kita mengetahui/mendeskripsikan fungsi operasi dan fungsi marketing, sesungguhnya baru bisa mendeskripsikan perihal SDM. Dalam hal ini terkait dengan keahlian apa yang dibutuhkan, berapa banyak, bagaimana cara merekrut, melatih dan mengontrol dan membinanya, berapa gaji/honor yang diberikan, bagaimana membiayainya dan berapa biaya keseluruhannya. Selanjutnya dengan terdeskripsikannya soal SDM, maka perihal legalitas dapat dideskripsikan, yang meliputi: 
  • Legalitas usaha (cv, fa, pt atau koperasi, wajib pajak)
  • Legalitas produk (paten atau royalty, franchise, HAKI, SNI)
  • Legalitas operasi/marketing (izin usaha, peralatan/perlengkapan, bahan, supplier, distribusi, iklan/promosi, hak dan perlindungan konsumen)
  • Legalitas SDM (perjanjian, tetap atau outsourcing, hak-hak pekerja)
  • Legalitas lainnya   
Dari hal-hal di atas, berarti juga kita bisa menentukan skala usaha, luasnya usaha, tipologi usaha, dan bagaimana cara mengelola usaha, merencanakan produksi dan mengembangkan usaha di industrinya dan bagaimana cara membiayai usaha serta menghitung usahanya, baik dengan hitungan saat ini (present) atau saat nanti (future). Perihal present-future ini menjadi bagian terpenting dari bidang finance: bagaimana membiayainya, menentukan sumber dan share dananya, melakukan tugas pricing (input maupun output), menilai asset, memperkirakan profit dan dividen serta masalah-masalah saham dan rencana go public.
Dengan demikian, suatu usaha dapat direncanakan dengan baik dari awal (cikal bakal bisnis), perjalananya hingga sampai peak performance, dan penurunan kinerjanya (siklus usaha), cara meningkatkan kinerja usahanya, cara menunjukkan bagaimana perusahaan harus bertanggungjawab terhadap dirinya sebagai usaha, terhadap pegawainya, terhadap sumber-sumber input dan terhadap konsumen secara berkesinambungan. Dengan meningkatnya kemampuan usaha (kecil menjadi besar), kesediaan untuk mendaur ulang profit menjadi input baru maka langkah berikutnya dapat diteruskan untuk persaingan di industrinya (nasional) dan langkah-langkah strategis untuk go globa

0 komentar:

Posting Komentar