Memahami Cikal Bakal Suatu Bisnis
Cikal bakal bisnis
dimulai dari pemilihan suatu produk—suatu produk yang sudah ditetapkan
untuk diusahakan. Setitik benih yang dinamakan produk dapat dipungut
dimana saja (ide sendiri), atau dibeli di pasar terbuka (franchise) atau
dipinjam dari lab (royalty) atau ‘dicuri’ dari orang lain (flagiat, sah
secara bisnis sebelum dipatenkan, tapi dosa besar secara akademik).
Jadi, dalam permulaan bisnis, sesungguhnya produk adalah sesuatu yang masih konsep, hasil sebuah konsepsi—lihat kembali ‘memahami produk’.
Selanjutnya, bagaimana kita memulai
menumbuhkannya (operation) menjadi suatu pohon usaha yang bisa dijaga
kelangsungannya (finance) sehingga menghasilkan buah yang memiliki nilai
ekonomi (marketing). Ini ibarat pohon usaha (firm), suatu cikal bakal
usaha (benih) yang ditumbuhkembangkan, kemudian paralel menjalar ke
bawah (akar) dimana unjung-ujung akar menarik air dan unsur hara di
dalam tanah, dan tumbuh menjulang ke atas (tajuk) dimana ujung-ujung
tajuk menghasilkan daun, bunga dan buah.
Ujung tajuk dan ujung
akar fungsinya berbeda: ujung tajuk mengeluarkan zat (output: jika zat
ini tidak bisa dibuang akan menjadi racun) dan ujung akar menarik zat
(input: jika tidak bisa menariknya maka pohon akan mati).
Ketika satu zat dilepaska keluar pohon,
maka saat yang bersamaan satu zat ditarik ke dalam pohon. Jadi proses
dua kutub ini sesungguhnya yang menggerakkan aliran air (darahnya) di
dalam sebuah pohon (usaha). Artinya, setiap produk yang dihasilkan
sebagai revenue (marketing) maka akan menciptakan nilai ekonomi/profit
bagi usaha (finance). Air yang berisi kandungan gizi, hara, mineral
(bahkan bakteri dan virus) yang ditarik oleh air akan menjadi bagian
terpenting dari proses pertumbuhan dan perkembangan pohon (usaha).
Dengan berubahnya
benih, menjadi batang, dahan dan ranting, maka kebutuhan air dan unsur
hara semakin banyak dalam rangka menghasilkan daun, bunga dan buah yang
lebih banyak.
Gambar-1. Konsepsi Pertumbuhan dan Perkembangan Bisnis
Kalau begitu, bagaimana kita memulai
menumbuhkan produk yang sudah dikonsepkan itu? Yang pertama kali kita
pikirkan adalah apa yang dibutuhkan konsep produk itu untuk tumbuh dan
berkembang. Konsep produk harus dikondisikan sedemikian rupa sehingga
produk bisa tumbuh sesuai yang diharapkan. Kondisi yang dimaksud di satu
sisi haruslah memperhatikan fungsi tujuan dan di sisi lain
memperhitungkan factor kendala. Dalam persamaan (1), fungsi tujuan
adalah profit (IL) dan factor kendala meliputi revenue (R) dan cost (C).
Semua kebutuhan
tersebut kita sebut input atau factor kendala. Input ini terdapat di
tiga fungsi: operation, marketing dan finance. Setiap perkalian
input-input yang digunakan di masing-masing fungsi dengan harganya
masing-masing kita sebut sebagai biaya input dan jika dijumlahkan semuanya menjadi cost perusahaan (C).
Pengalian harga di sini (usaha)
sangat-sangat penting untuk diperhatikan. Mengapa begitu penting: Sebab,
IL tercipta jika R>C, jika C dalam rupiah menjadi sangat besar, maka
C tidak bisa diimbangi R, akibatnya IL negative (Rugi). Tingginya C ini
sebenarnya tidak apa asal R cukup tinggi—ini soal efisiensi. Karena
itu, R dan C adalah factor kendala dalam mencapai profit.
Perusahaan berbeda
dengan rumahtangga. Tujuan rumahtangga adalah utilitas atau kepuasaan.
Faktor kendala dalam rumahtangga adalah anggaran yang tersedia yang bisa
bersumber dari upah, profit, interest dan rent. Jika hanya upah, maka
harus dimaksimalkan penggunaannya. Penggunaan anggaran yang tersedia itu
tergantung preferensi kita, seberapa besar tingkat kepuasaan dikatakan
sudah terpenuhi. Jika kita ukur kepuasaan sebagai ingin makan ayam
(white meat) anggaran yang kita punya sudah termaksimalkan. Jika kita
cukup dengan tahu dan tempe, anggaran kita masih berlebih (saving). Tapi
jika kepuasaan kita baru terpenuhi dengan daging sapi (red meat), maka
anggaran yang ada tidak cukup. Jika tidak cukup, ingin segera, mungkin
utang ke tukang sayur, tapi jika ingin bersabar, maka tunda dulu sampai
upah naik atau ada tambahan dari profit, interest atau rent. Jadi
persamaan usaha dan rumahtangga adalah fungsi tujuan dan kendalanya,
tapi tujuan dan kendala dapat dibedakan. Usaha: IL=R-C; Rumahtangga U-I.
Fungsi cost sendiri dalam usaha adalah:
Total Cost (Q) = Fixed Cost (Q) + Variable Cost (Q)
Dalam fungsi total cost (TC) dibedakan
antara fixed cost (FC) dengan Variable cost (VC). FC adalah biaya tetap
dari input tetap, yang inputnya tetap dengan berubahnya output. Input
tetap ini umumnya bersifat jangka panjang, seperti lahan, bangunan,
peralatan (mesin, dsb), perlengkapan (mobil, AC, dsb) dan lainnya (jika
bersifat jangka sangat panjang yang disebut sunk cost). Kebutuhan input
yang bersifat jangka panjang ini harus dilihat sebagai investasi dan
kebutuhan dana yang bersifat investasi. Namun seringkali, di awal usaha
input tetap yang bersifat investasi ini butuh dana besar.
Gambar-2. Total Cost dan Average Cost
VC adalah biaya variable dari input tidak
tetap. Input yang sangat cair, tergantung kita butuh berapa maka
kebutuhan biayanya bersifat linier (atau parabol). Input tidak tetap ini
seperti bahan baku, bahan penolong, bahan penunjang, energi (listrik,
air, bbm), tenaga kerja, pengetahuan, informasi dan manajement. Masalah
yang muncul dalam hal ini yang perlu mendapat perhatian adalah soal
ketersediaan, kontinuitas (bahkan dalam jangka panjang), kualitas,
variasi, life cycle, substitusi/komplemennya. Hal berikutnya adalah
perihal transportasi dan alat transpor, gudang dan inventori, order dan
delivery, cara pembayaran, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, mahal
murahnya harga-harga input tersebut sangat mempengaruhi besarnya VC.
Input | Operasi | Marketing | Finance |
Tetap | |||
1. Lahan | v | v | v |
2. Bangunan (pabrik, kantor) | |||
3. Peralatan (mesin) | v | ||
4. Kendaraan | v | v | |
5. Komputer | v | v | v |
6. AC | v | v | v |
Dst | |||
Variabel | |||
1. Tenaga kerja (manajer, pegawi) | v | v | v |
2. Bahan baku | v | ||
3. Bahan penolong (listrik, bbm) | v | ||
4. ATK | v | v | v |
5. Informasi | v | v | v |
Dsb |
Kalau kebutuhan input-input di atas itu
tidak dapat ditolak (harus ada) dan anggaran tidak memadai. Bahkan
seandainya pun memadai harus tetap mempertimbangkan faktor substitusi.
Karena itu dalam input tetap (investasi) jika tidak sangggup dana
sendiri, tidak ada sinyal kredit, maka input yang tadinya mau dibeli
cukup di sewa atau beli yang seken. Jika pun itu tidak bisa, dapat
dilakukan dengan merancang sendiri dengan bahan-bahan yang tersedia.
Demikian juga dengan input tidak tetap harus mempertimbangkan
substitusinya, seperti menggunakan kertas bagian belakang untuk urusan
internal, dan tintanya dibuat lebih tipis, menggunakan pegawai part-time
jika tidak bisa full-time atau bahkan pegawai spare-time (asal sempat
saja), menyalakan AC jika ada tamu, membuat desain layout ruangan
menjadi hemat (ruang, energi dan informasi), menggunakan arus listrik
seperlunya.
Mengapa begitu hemat bahkan terkesan
kurang glamour? Ingat bahwa ini adalah usaha, bukan rumahtangga. Tujuan
usaha adalah profit, yang segera dan secepat mungkin tercipta.
Kesuksesan usaha seringkali karena terbiasa membina hal-hal sekalipun
itu masalah kecil. Prinsip usaha baru ada income jika sudah ada
marketing tidak selalu benar. Income bisa diciptakan sambil proses
menuju marketing berjalan. Misalnya jika ada bahan-bahan yang tidak
terpakai (sisa) dalam proses jika tidak didaur ulang dapat dijual. Biaya
keseluruhan bahan adalah biaya variabel, termasuk sisa. Jangan kita
anggap ini dulu sebagai penghematan biaya, tapi harus dipandang
penjualan sisa sebagai income. Jika kita jual daging ayam, jeroannya
dapat dibuang. Biaya ayam termasuk jeroan. Jika dibuang hasil penjualan
daging (revenue) harus bisa menutupi OC jeroan yang dibuang. Jika jeroan
ini dapat dijual, maka hasil penjualan ini harusnya masuk komponen
income (bukan revenue). Prinsipnya jangan mencampur adukkan cots,
revenue dan income. Masing-masing punya pos dan faktur sendiri. Semua
itu menjadi urusan akuntansi pada bidang/fungsi finance.
Inilah prinsip-prinsip dasar di dalam
memulai bisnis, cikal bakal bisnis dan masih prematur. Jika salah
penanganan, sebaik apapun rancangan usaha, usaha bisa layu sebelum
berkembang, usaha bisa tidak kondusif untuk tumbuh, bahkan setelah mati
prematur bisa meninggalkan utang dan masalah-masalah lain.
Seperti halnya orang
yang baru kawin, pasangan baru tinggal di rumah mertua untuk sementara.
Mereka cenderung menganggap itu penghematan, padahal tidak. Mereka lupa
menyimpan uang sebanyak uang sewa (seandainya mereka menyewa rumah)
untuk membangun rumah baru, dan mereka lebih cenderung mengkonsumsi
’uang sewa’ yang tidak diberikan ke mertua itu. Karena itu, rumahtangga
cenderung dinilai dengan apa yang dimiliki/digunakan (konsumtif). Tidak
apa, memang demikian rumahtangga, kinerja rumahtangga diukur dengan rasa
dan perasaan (kepuasan: kenayaman, ketenangan dan kedamaian dunia
akhirat). Usaha tidak demikian. Usaha adalah alat produksi yang harus
selalu produktif. Ukurannya adalah profit. Perilaku usaha boleh dibawa
ke dalam rumahtangga, tapi perilaku rumahtangga tidak boleh terbawa ke
dalam usaha. Biarkanlah rumahtangga dan usaha bertemu hanya di pasar
(price equilibrium).
Pemahaman OC dalam usaha awal sangat
penting, apalagi jika usaha itu sudah tumbuh besar dan berkembang pesat.
Oleh karena itu: usaha sangat serius dengan hitung-hitungan (OC).
Demikian juga dalam cikal bakal usaha yang terkait dengan input tetap
dan input variabel, karena berkenaan dengan biaya tetap dan biaya
variabel, selanjutnya berkenaan dengan investasi dan profit jangka
panjang (kelangsungan usaha).
***
Sebagaimana produk menjadi cikal bakal
bisnis, maka langkah pertama yang dipikirkan adalah bagaimana memetakan
semua fungsi di dalam usaha tunggal (a Firm). Pemetaan ini dapat
diperhatikan dari dua pendekatan. Pertama adalah pendekatan bangun usaha,
dimana usaha (firm) mengusahakan produk untuk mencapai profit melalui
mekanisme (interaksi) fungsi-fungsi: operasi, marketing dan finance.
Organ-organ atau fungsi-fungsi tersebut yang membentuk badan usaha
(firm) dan dan fungsi-fungsi itu juga yang bekerja untuk menciptakan
profit bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan adalah suatu konsep
dan yang secara nyata menjalankan usaha adalah fungsi-fungsi tersebut.
Jadi, usaha (firm) adalah identitas (kata bendaanya), sedangkan
fungsi-fungsi adalah deskripsi tentang bagaimana ia bekerja (kata
kerjanya). Inilah yang pokok. Seperti pepatah: apalah arti sebuah nama.
Gambar-3. Struktur Bangun Bisnis
Kedua, pendekatan pengelolaan usaha,
dimana semua fungsi diurutkan agar mudah melihat tahapan-tahapan yang
dapat dilakukan baik pada tahap perencanaan, implementasi maupun
evaluasinya. Dalam konteks perusahaan menciptakan profit, produk sebagai
konsep—apa yang menjadi alasan untuk diusahakan: market pull atau
technology push. Jika alasannya karena pasar, maka bagaimana membuatnya
(operasi) dan jika alasannya karena teknologi, maka bagaimana
memasarkannya (marketing).
Gambar-4. Sistem Fungsi Bisnis
Soal urutan antara operasi dengan
marketing atau marketing dengan operasi sangat penting di dalam menyusun
rencana usaha. Jika kita bertitik tolak dari operasi, maka kita dapat
menurunkan (differensial) bagaimana cara memasarkan dan apa yang harus
diketahui oleh pasar. Selanjutnya, menentukan target pasar (dan volume
pasar); bagaimana mengkomunikasikan/menyampaikan karakteristik produk;
dan channel apa yang digunakan dalam pemasaran. Sebaliknya, jika
bertititik tolak dari pemasaran, maka dapat menaikkan (integrasikan)
bagaimana cara membuat/dibuat dan memenuhi apa yang diinginkan oleh
pasar. Selanjutnya, memilih proses apa yang dipilih dengan teknologi apa
dan dengan kapasitas berapa.
Setelah kita mengetahui/mendeskripsikan
fungsi operasi dan fungsi marketing, sesungguhnya baru bisa
mendeskripsikan perihal SDM. Dalam hal ini terkait dengan keahlian apa
yang dibutuhkan, berapa banyak, bagaimana cara merekrut, melatih dan
mengontrol dan membinanya, berapa gaji/honor yang diberikan, bagaimana
membiayainya dan berapa biaya keseluruhannya. Selanjutnya dengan
terdeskripsikannya soal SDM, maka perihal legalitas dapat
dideskripsikan, yang meliputi:
- Legalitas usaha (cv, fa, pt atau koperasi, wajib pajak)
- Legalitas produk (paten atau royalty, franchise, HAKI, SNI)
- Legalitas operasi/marketing (izin usaha, peralatan/perlengkapan, bahan, supplier, distribusi, iklan/promosi, hak dan perlindungan konsumen)
- Legalitas SDM (perjanjian, tetap atau outsourcing, hak-hak pekerja)
- Legalitas lainnya
Dari hal-hal di atas, berarti juga kita
bisa menentukan skala usaha, luasnya usaha, tipologi usaha, dan
bagaimana cara mengelola usaha, merencanakan produksi dan mengembangkan
usaha di industrinya dan bagaimana cara membiayai usaha serta menghitung
usahanya, baik dengan hitungan saat ini (present) atau saat nanti
(future). Perihal present-future ini menjadi bagian terpenting dari
bidang finance: bagaimana membiayainya, menentukan sumber dan share
dananya, melakukan tugas pricing (input maupun output), menilai asset,
memperkirakan profit dan dividen serta masalah-masalah saham dan rencana
go public.
Dengan demikian, suatu usaha dapat
direncanakan dengan baik dari awal (cikal bakal bisnis), perjalananya
hingga sampai peak performance, dan penurunan kinerjanya (siklus usaha),
cara meningkatkan kinerja usahanya, cara menunjukkan bagaimana
perusahaan harus bertanggungjawab terhadap dirinya sebagai usaha,
terhadap pegawainya, terhadap sumber-sumber input dan terhadap konsumen
secara berkesinambungan. Dengan meningkatnya kemampuan usaha (kecil
menjadi besar), kesediaan untuk mendaur ulang profit menjadi input baru
maka langkah berikutnya dapat diteruskan untuk persaingan di industrinya
(nasional) dan langkah-langkah strategis untuk go globa
0 komentar:
Posting Komentar